Mitha
Suciana P
16214682/3EA31
ETIKA
BISNIS
Kasus Korupsi
Jakarta - Mantan Ketua DPR
Marzuki Alie mengaku terkejut namanya disebut dalam dakwaan kasus korupsi
e-KTP. Dirinya menegaskan tidak pernah mau bermain anggaran selama menjabat.
"Saya tidak menduga sama sekali. Sepanjang saya di DPR, saya tidak pernah mau main-main dengan anggaran, tidak mau main proyek. Silakan tanya seluruh teman di Banggar, di kementerian, apakah ada Marzuki Alie minta-minta proyek," kata Marzuki dalam diskusi bertajuk 'Sambar Gledek e-KTP' di Warung Daun, Jakarta Pusar, Sabtu (11/3/2017).
Selaku Ketua DPR, Marzuki mengatakan tidak pernah mencampuri urusan-urusan di tiap komisi kecuali terjadi deadlock. Saat itu, menurutnya, pembahasan anggaran proyek e-KTP tidak mengalami permasalahan sehingga tidak dipanggil oleh para pimpinan DPR.
"Biasanya yang jadi perhatian itu kalau ada deadlock, baru dipanggil sama pimpinan dan ditanya mana masalahnya dan apa solusinya. Contoh Kementerian Agama dan Komisi VIII itu sempat saya panggil, ditanya masalahnya apa dan dicarikan solusinya dan bisa selesai masalahnya. Saat itu bahas masalah pelayanan haji. Proses penganggaran e-KTP tidak ada masalah. Kalau bicara Rp 5-6 triliun, itu relatif sama dengan proyek lain, dan kita tidak ada wewenang menelusuri satu-satu. Yang berhak itu kan komisi sebagai mitra. Yang tidak sampai deadlock ya kita tidak cari-cari (masalahnya)," jelas Marzuki.
Selain Marzuki, anggota Komisi II DPR yang berasal dari PDIP Arteria Dahlan mengapresiasi KPK dalam pengungkapan kasus ini. Menurutnya, publik jadi bisa menilai dan mengkritisi secara objektif terhadap kasus ini.
"Saya mengapresiasi KPK karena sudah membawa ini jadi terbuka. Publik jadi bisa mengkritisi. Sayangnya, nggak boleh disiarkan langsung. Dakwaan penuntut umum sudah begitu detail," ujar Arteria.
Meskipun nama partai tempatnya bernaung sempat disebut dalam dakwaan menerima uang, dirinya tetap mendukung KPK dalam mengungkap kasus ini. "Tetap mengapresiasi, PDIP antitindakan korupsi. Siapa pun yang korupsi ya kita proses. Tidak ada ruang bagi koruptor di PDIP dan kita nggak memberi bantuan hukum," jelasnya.
Sementara itu, peneliti ICW, Tama S Langkun, yang juga hadir, sempat menyatakan e-KTP merupakan salah satu kasus besar yang pernah ditangani KPK dari sisi kerugian negara. Dia pun menjelaskan ICW sudah melihat adanya potensi masalah di kasus e-KTP ini.
"Kalau nilai proyek hampir Rp 6 triliun, ini termasuk yang besar dan kerugian negara Rp 2,3 triliun itu termasuk yang terbesar yang pernah ditangani KPK. Saya nggak tahu ya apakah ada kasus yang lebih besar dari ini dari sisi kerugian negara. Kalau menurut saya, ini paling besar. Kita sempat buat review tentang e-KTP ini ya. Ada beberapa pelanggaran yang kita lihat, ada di cost bidding, kemudian Pak Gamawan yang tanda tangan kontrak saat sanggah banding," jelasnya.
Pengacara dua terdakwa Irman dan Sugiharto, Waldus Situmorang, menyatakan, sebelum menerima dakwaan, tidak tahu kalau nama-nama yang muncul sebanyak itu. Dia menjelaskan hal itu merupakan otoritas penuh KPK.
"Nama orang-orang yang disebut dalam dakwaan tidak kita ketahui seluruhnya, karena pemeriksaannya berantai. Pemeriksaan satu lalu dicocokkan dengan yang lainnya dan muncul nama-nama itu. Itu otoritas dari penuntut umum KPK. Nama-nama yang kita ketahui tidak sebanyak itu," ujar Waldus dalam diskusi yang sama.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia Baharuddin Thahir menyatakan kasus ini melibatkan banyak pihak. "Kasus ini sangat lengkap, ada penyelenggara negaranya, swastanya ada. Mulai dari perencanaan, pelelangan, dan seterusnya, ini bermasalah dari awal," ujarnya.
(HSF/tor)
"Saya tidak menduga sama sekali. Sepanjang saya di DPR, saya tidak pernah mau main-main dengan anggaran, tidak mau main proyek. Silakan tanya seluruh teman di Banggar, di kementerian, apakah ada Marzuki Alie minta-minta proyek," kata Marzuki dalam diskusi bertajuk 'Sambar Gledek e-KTP' di Warung Daun, Jakarta Pusar, Sabtu (11/3/2017).
Selaku Ketua DPR, Marzuki mengatakan tidak pernah mencampuri urusan-urusan di tiap komisi kecuali terjadi deadlock. Saat itu, menurutnya, pembahasan anggaran proyek e-KTP tidak mengalami permasalahan sehingga tidak dipanggil oleh para pimpinan DPR.
"Biasanya yang jadi perhatian itu kalau ada deadlock, baru dipanggil sama pimpinan dan ditanya mana masalahnya dan apa solusinya. Contoh Kementerian Agama dan Komisi VIII itu sempat saya panggil, ditanya masalahnya apa dan dicarikan solusinya dan bisa selesai masalahnya. Saat itu bahas masalah pelayanan haji. Proses penganggaran e-KTP tidak ada masalah. Kalau bicara Rp 5-6 triliun, itu relatif sama dengan proyek lain, dan kita tidak ada wewenang menelusuri satu-satu. Yang berhak itu kan komisi sebagai mitra. Yang tidak sampai deadlock ya kita tidak cari-cari (masalahnya)," jelas Marzuki.
Selain Marzuki, anggota Komisi II DPR yang berasal dari PDIP Arteria Dahlan mengapresiasi KPK dalam pengungkapan kasus ini. Menurutnya, publik jadi bisa menilai dan mengkritisi secara objektif terhadap kasus ini.
"Saya mengapresiasi KPK karena sudah membawa ini jadi terbuka. Publik jadi bisa mengkritisi. Sayangnya, nggak boleh disiarkan langsung. Dakwaan penuntut umum sudah begitu detail," ujar Arteria.
Meskipun nama partai tempatnya bernaung sempat disebut dalam dakwaan menerima uang, dirinya tetap mendukung KPK dalam mengungkap kasus ini. "Tetap mengapresiasi, PDIP antitindakan korupsi. Siapa pun yang korupsi ya kita proses. Tidak ada ruang bagi koruptor di PDIP dan kita nggak memberi bantuan hukum," jelasnya.
Sementara itu, peneliti ICW, Tama S Langkun, yang juga hadir, sempat menyatakan e-KTP merupakan salah satu kasus besar yang pernah ditangani KPK dari sisi kerugian negara. Dia pun menjelaskan ICW sudah melihat adanya potensi masalah di kasus e-KTP ini.
"Kalau nilai proyek hampir Rp 6 triliun, ini termasuk yang besar dan kerugian negara Rp 2,3 triliun itu termasuk yang terbesar yang pernah ditangani KPK. Saya nggak tahu ya apakah ada kasus yang lebih besar dari ini dari sisi kerugian negara. Kalau menurut saya, ini paling besar. Kita sempat buat review tentang e-KTP ini ya. Ada beberapa pelanggaran yang kita lihat, ada di cost bidding, kemudian Pak Gamawan yang tanda tangan kontrak saat sanggah banding," jelasnya.
Pengacara dua terdakwa Irman dan Sugiharto, Waldus Situmorang, menyatakan, sebelum menerima dakwaan, tidak tahu kalau nama-nama yang muncul sebanyak itu. Dia menjelaskan hal itu merupakan otoritas penuh KPK.
"Nama orang-orang yang disebut dalam dakwaan tidak kita ketahui seluruhnya, karena pemeriksaannya berantai. Pemeriksaan satu lalu dicocokkan dengan yang lainnya dan muncul nama-nama itu. Itu otoritas dari penuntut umum KPK. Nama-nama yang kita ketahui tidak sebanyak itu," ujar Waldus dalam diskusi yang sama.
Sementara itu, Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia Baharuddin Thahir menyatakan kasus ini melibatkan banyak pihak. "Kasus ini sangat lengkap, ada penyelenggara negaranya, swastanya ada. Mulai dari perencanaan, pelelangan, dan seterusnya, ini bermasalah dari awal," ujarnya.
(HSF/tor)
Solusinya : Melihat masalah diatas
maka solusi tuntas untuk memberantas korupsi adalah:
a. Penetapan sistem penggajian yang layak. Aparat
pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Itu sulit berjalan dengan baik,
bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang
mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban untuk mencukup nafkah keluarganya.
Maka, agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang,
kepada mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak. Karena
itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian dan
tunjangan di negeri ini. Memang, gaji besar tidak menjamin seseorang tidak
korupsi, tapi setidaknya persoalan rendahnya gaji tidak lagi bisa menjadi
pemicu korupsi.
b. Larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah
dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung
maksud tertentu, karena untuk apa memberi sesuatu bila tanpa maksud, yakni
bagaimana agar aparat itu bertindak sesuai dengan harapan pemberi hadiah.
c. Perhitungan kekayaan. Orang yang
melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski
tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi. Bisa
saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari warisan, keberhasilan bisnis
atau cara lain yang halal. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang
bersangkutan diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapat
dengan cara yang halal. Cara inilah yang sekarang dikenal dengan istilah
pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat
curang. Tapi anehnya cara ini justru ditentang oleh para anggota DPR untuk
dimasukkan dalam perundang-undangan.
d. Teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi
hanya akan berhasil bila para pemimpin, terutama pemimpin tertinggi sebuah
negara terlebih dahulu harus bersih dari korupsi. Dengan ketakwaannya, seorang
pemimpin bisa menjalankan tugasnya dengan penuh amanah. Dengan ketakwaannya
pula, ia takut melakukan penyimpangan, karena meski ia bisa melakukan kolusi
dengan pejabat lain untuk menutup kejahatannya, Allah SWT pasti melihat
semuanya dan di akhirat pasti akan dimintai pertanggungan jawab. Di sinilah
perlunya keteladanan dari para pemimpin itu. Dengan keteladanan pemimpin,
tindak penyimpangan akan mudah terdeteksi sedari dini. Penyidikan dan
penyelidikan tindak korupsi pun tidak sulit dilakukan. Tapi bila korupsi justru
dilakukan oleh para pemimpin, praktek busuk ini tentu akan cenderung ditiru
oleh bawahannya, hingga semua upaya apa pun dalam memberantas korupsi menjadi
tidak ada artinya sama sekali.
e. Hukuman setimpal. Pada galibnya, orang akan
takut menerima risiko yang akan mencelakakan dirinya, termasuk bila ditetapkan
hukuman setimpal kepada para koruptor. Berfungsi sebagai pencegah (zawajir),
hukuman setimpal atas koruptor diharapkan membuat orang jera dan kapok
melakukan korupsi. Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau
pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan
di televisi seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman
kurungan, bahkan sampai hukuman mati.
f. Pengawasan masyarakat. Masyarakat dapat
berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Masyarakat yang bermental
instan akan cenderung menempuh jalan pintas dalam berurusan dengan aparat
dengan tak segan memberi suap dan hadiah. Sementara masyarakat yang mulia akan
turut mengawasi jalannya pemerintahan dan menolak aparat yang mengajaknya
berbuat menyimpang. Dengan pengawasan masyarakat, korupsi menjadi sangat sulit
dilakukan. Bila ditambah dengan teladan pemimpin, hukuman yang setimpal,
larangan pemberian suap dan hadiah, pembuktian terbalik dan gaji yang
mencukupi, insya Allah korupsi dapat diatasi dengan tuntas.
Tapi korupsi sesungguhnya hanya merupakan buah dari
sistem yang korup, yaitu sistem Kapitalisme, dengan akidah Sekularisme dan asas
manfaatnya. Sistem ini mendorong orang menjadi berpandangan materialistik.
Semua hal dihitung dan diletakkan dalam konteks materi, serta untung dan rugi.
Tak heran, bila semua hal baik itu jabatan, kewenangan, ijin, lisensi,
keputusan hukum, kebijakan pemberitaan, peraturan perundang-undangan dan
sebagainya, juga mestinya harus bisa dibuat agar memberikan keuntungan materi.
Dari sinilah sesungguhnya hasrat korupsi itu timbul. Karena itu, bila
benar-benar ingin menghilangkan korupsi dari bumi Indonesia, maka selain harus
dibersihkan dari birokrat yang korup, negeri ini juga harus dibersihkan dari
sistem yang korup, yaitu sistem Sekuler – Kapitalistik ini.
KASUS
PEMALSUAN UANG: Mabes Polri Temukan 8 Barang Bukti
BISNIS.COM, JAKARTA—Mabes
Polri menyatakan telah menemukan delapan barang bukti terkait pengungkapan
kasus uang palsu yang terjadi di Bogor pada Jumat (26/4/2013).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes
Polri Brigjen Pol. Boy Rafli Amar mengungkapkan penemuan barang bukti itu
diungkap lewat pemeriksaan Polri di rumah tersangka.
Adapun, delapan barang bukti itu antara lain 1 buah
koper besar berisi 26 lembar uang kertas pecahan Rp100.000, 50.549 lembar uang
Brasil pecahan 5.000 real, 7.000 lembar uang China pecahan 1 yuan, 1.718 lembar
uang kertas pecahan Rp100.000.
Barang bukti lainnya adalah 400 lembar uang Brasil
pecahan 1 real, 153 lembar dollar Singapura, plat garansi original Bank Swiss 1
lembar, dan foto tersangka berseragam pakaian dinas upacara (PDU) 1 Polri
berpangkat Irjen Pol dan Gubernur yang sudah proses edit adobe photoshop yang
terpasang di ruang tamu rumah tersangka.
Sementara itu, Boy menegaskan pihaknya terus
bekerjasama dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan lembaga perbankan untuk
menindaklanjuti maraknya kasus uang palsu dengan cara melalui penegakan hukum
saksi ahli.
“Penegak hukum uang itu diatur oleh BI. Apabila
terjadi hal-hal yang berkaitan dengan pemalsuan uang, BI menjadi pihak yang
berkepentingan untuk menegakkan hukum,” jelasnya. (sep)
Solusi : peningkatan pengenalan
dan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui
kegiatan sosialisasi dan publikasi serta merintis pembentukan unit khusus
penanggulangan uang palsu dan juga berupa kerja sama dengan pihak penegak
hukum, khususnya dalam menangani kasus kejahatan pemalsuan uang
Kasus-kasus pemalsuan uang di Indonesia harus dikaji
lebih mendalam agar tidak merugikan warga masyarakat dan pemerintah. Hal yang
harus dilakukan adalah sosialisasi kepada masyarakat tentang keaslian uang
rupiah dan membentuk badan penegak hukum yang ketat untuk memberantas aksi
pemalsuan uang.
Jakarta -
Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap penjual software
Microsoft Windows Corporation bajakan di kawasan Glodok, Mangga Dua, Jakpus.
Pelaku menjual perangkat lunak bajakan tersebut seharga Rp 500 ribu hingga Rp
750 ribu.
"Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan dan penggeledahan dua toko di wilayah Jakarta Pusat yang diduga memperdagangkan kepingan program-program yang terekam pada komputer, termasuk bagian aksesorisnya, COA atau key/stiker lisensi dengan menggunakan merek Microsoft tanpa seizin pemegang merek terdaftar atau palsu," jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/6/2016).
Dua orang ditangkap dalam kasus ini yakni seorang perempuan berinisial FY selaku pemilik toko M dan laki-laki berinisial F selaku pemilik toko V. Kedua tersangka dipersangkakan dengan Pasal 94 UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta.
"Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan dan penggeledahan dua toko di wilayah Jakarta Pusat yang diduga memperdagangkan kepingan program-program yang terekam pada komputer, termasuk bagian aksesorisnya, COA atau key/stiker lisensi dengan menggunakan merek Microsoft tanpa seizin pemegang merek terdaftar atau palsu," jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/6/2016).
Dua orang ditangkap dalam kasus ini yakni seorang perempuan berinisial FY selaku pemilik toko M dan laki-laki berinisial F selaku pemilik toko V. Kedua tersangka dipersangkakan dengan Pasal 94 UU No 15 Tahun 2001 tentang Merek dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta.
Awi menyatakan kasus ini diungkap setelah pihaknya menerima laporan dari pihak Microsoft yang tergabung dalam Masyarakat Indonesia Anti Pembajakan (MIAP).
Dari kedua toko tersebut, polisi menyita 289 pcs CD software Microsoft Windows, 30 lembar stiket lisensi Windows masing-masing 10 pcs dan 1 lembar bon pembelian tanggal 15 Februari 2016 dari toko V.
"Terlapor selama ini memeperdagangkan CD/stiker microsoft bajakan selama 1 tahun. Kerugian Microsoft selama 1 tahun ini sekitar Rp 1 miliar," imbuh Awi.
Sementara itu, Kanit III Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Kompol Faisal Febriyanto mengatakan tersangka FY menjual software Microsoft Windows melalui situs jual-beli online, sementara F menjualnya di tokonya.
"Kedua tersangka menjual software bajakan ini dengan harga yang lebih murah dari software asli. Aslinya Rp 2,5 juta per pcs sedangkan kalau bajakan dijual antara Rp 500-750 ribu per pcs," ujar Faisal.
Faisal menambahkan, selama 1 tahun menjual software bajakan itu, omzet kedua tersangka bisa mencapai Rp 50 juta per bulan.
Sementara itu, Sekjen MIAP Justisiari Perdana Kusuma mengatakan, kasus tersebut dilaporkan oleh pihaknya yang menbawahi Microsoft sebagai salah satu anggotanya, setelah mendapatkan keluhan dari seorang user.
"Ada user yang mengeluhkan kok tidak bisa upgrade. Setelah dicek ternyata ketika register, product keynya tidak dikenali, misalnya ternyata itu product keynya salah satu universitas di China," jelas Justisiari.
Ada beberapa modus terkait pembajakan software yang diungkap Justisiari. Salah satunya yakni illegal copying atau pembajakan dengan menggandakan dari software asli.
"Kemudian yang kedua yaitu miss channeling, salah kamar yang harusnya buat mahasiswa tapi dijual ke umum," lanjutnya.
Selain itu, ada juga modus hardisk loading. "Hardisknya pakai software yang asli tapi diperbanyak, jadi dipakai untuk jumlah komputer, sehingga yang pakainya nambah," lanjutnya.
Sementara itu, Justisiari mengatakan, target market software Microsoft Windows ini adalah corporate end user atau perusahaan-perusahaan yang menggunakan software tersebut untuk system operating.
(mei/aan)
Solusi : Dengan
peran melakukan razia . Polisi melaksanankan razia rutin setiap
hari di setiap pasar yang menjual CD atau DVD, agar ruang gerak mereka dari
pembajakan dapat dikurangi, atau bisa jadi dapat menjadi takut untuk menjual
CD/DVD Software bajakan, akhirnya dapat membuat jera pelaku pembajakan dengan
razia tersebut dan langsung dikenakan UUHC (Undang-undang Hak Cipta).
'Diskriminasi
ras' di Yogyakarta: Kenapa keturunan Cina tak boleh punya tanah?
Dalam beberapa bulan terakhir ini, seorang penduduk
Yogyakarta berusia 60-an, berupaya menghubungi Sultan Hamengkubuwono X untuk
menanyakan tentang hak kepemilikan tanah di kota kelahirannya yang ia anggap
diskriminatif.
Siput Lokasari mulai mengontak Sultan beberapa bulan
lalu untuk meminta Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta ini membatalkan Surat
Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikeluarkan pada 1975 lalu, berisi
larangan warga nonpribumi memiliki tanah.
"Kenapa harus ada diskriminasi ras... Orang
Tionghoa bekerja setengah mati mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dan beli
tanah hak milik, kenapa hak milik dipaksa untuk dirampas dikembalikan ke negara
dan orang tersebut diberi hak sewa. Orang Tionghoa ataupun orang India yang
diangggap non pribumi... Kenapa sampai begitu?" kata Siput kepada BBC
Indonesia.
Tanah yang dimaksud Siput adalah yang dibeli istrinya
di Kulon Progo seluas 1.000 m2 sekitar enam bulan lalu dan sampai kini tak bisa
diubah menjadi hak milik atas namanya karena -seperti dikutipnya dari pejabat
Badan Pertanahan Nasional setempat- "Istri bapak orang Cina."
Upaya untuk menuntut hak juga dilakukan sejumlah
penduduk Yogyakarta lain termasuk oleh Gerakan Anak Negeri Anti Diskriminasi
(Granad) melalui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, beberapa tahun lalu.
Komnas HAM sendiri memberikan rekomendasi kepada
Gubernur Yogyakarta untuk mencabut kebijakan yang disebut 'diskiriminatif' itu.
Nonpribumi dan pribumi?
"Seharusnya Yogyakarta sebagai salah satu daerah
berbudaya di Indonesia telah menghapus kebijakan yang bernada diskriminasi.
Kebijakan diskriminasi pada akhirnya hanya akan menghambat pembangunan di
daerah tersebut," tulis Komnas melalui situs tertanggal 23 September 2015.
"Urusan ini sudah panjang sekali. Kami ke Komnas
HAM sejak 2009 dan Komnas HAM keluarkan rekomendasi pada 2014," tambah
Siput.
Siput juga bercerita tentang penduduk Yogyakarta lain,
Handoko, yang menempuh gugatan uji materi ke Mahkamah Agung beberapa tahun
lalu, namun ditolak karena "Surat Instruksi pada 1975 itu bukan produk
undang-undang."
Tetapi Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional, Yogyakarta, Arie Yuriwin, mengatakan pihaknya menjadikan putusan MA
sebagai yurisprudensi.
"Putusan MA atas gugatan para nonpribumi untuk
memperoleh hak milik dimenangkan oleh pihak Keraton, sehingga keputusan MA kita
jadikan sebagai yurisprudensi... Ketentuan wakil gubernur itu tetap berlaku di
DIY," kata Arie kepada BBC Indonesia, Rabu (05/10).
Arie juga mengatakan masalah ini sudah disampaikan ke
Kementerian Dalam Negeri dan pihaknya menunggu keputusan.
Siput dan rekan-rekannya menyatakan masih akan terus
berupaya untuk menghapus diskriminasi yang "tak terjadi di tempat
lain" di Indonesia.
"Negara saya tak lagi mengenal adanya warga
negara pribumi dan nonpribumi. Yang ada adalah warga negara Indonesia. Kenapa
kami masih dianggap di sini (Yogyakarta) sebagai nonpribumi?"
"Saya ingin gubernur taat kepada perundangan...
Saya ingin peraturan perundangan di tempat saya lahir ini ditegakkan oleh
siapapun, jangan ada yang memalukan misalnya diskriminasi ras," tambah
Siput.
Solusi : Pertama, melalui
Intervensi pihak ketiga. Dimana keputusan intervensi pihak ketiga nantinya
final dan mengikat. Contoh adalah pengadilan. Kedua, Mediasi. Mediasi ini
adalah cara penyelesaian konflik melalui pihak ketiga juga yang disebut sebagai
mediator. Ketiga, Rokosialisasi. Proses penyelesaian konflik dengan transormasi
sebelum konflik itu terjadi, dimana masyarakat pada saat itu hidup dengan damai.
Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan membuat
Indonesia sebagai bangsa yang rawan konflik. Dari ujung timur sampai ujung
barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis bahkan tetesan darah
menyelimuti Tanah Air. Kalau konflik etnis itu terjadi terus terusan dalam
sebuah Negara, maka Negara tersebut dapat dikatakan tidak bisa menciptakan
ketentraman dan keamanan dalam negerinya. Maka dari itu masalah konflik etnis
perlu diselesaikan secara cepat oleh pemerintah. Karena selain Negara yang
mengalami kerugian, masyarakat sekitar daerah konflik tersebut pun akan
mengalami kerugian pula.
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar